And the story begins..
Semua udah siap: tiket pesawat, hostel di Singapura, itinerary, dan acara packing. Kami berencana pergi hari Kamis malam dan pulang Minggu malam. Kayanya udah pas banget, jadwal ambil rapport kiddos Kamis siang, saya bisa ijin kantor, menjemput Kiddos dan cusss ke airport.
Selasa malam saya mengantar Rene ke dokter, hmm.. hasilnya membuat galau: suspect demam berdarah! Ya Alloh... Saya segera cancel hostel di Singapura. Alhamdulillah The Mitraa Hostel mengerti kondisi suami saya. Ia merelakan kamar saya pada malam pertama dibatalkan tanpa biaya. Kamar malam kedua tidak kami batalkan. Masih ngarep, siapa tau bisa tetep berangkat.
Pulang kantor hari Rabu malam, Rene minta saya finalisasi packing. "Udah deh siap-siap aja dulu, kalau jadi, besok aku jemput kamu ke kantor" begitu tutur Rene optimis.
Kamis siang, Rene mengirimkan informasi yang lebih baik tapi tetap penuh tanda tanya "Trombositnya di ambang batas, kata dokter harus cek darah lagi Sabtu" Padahal hari Sabtu seharusnya kami sudah ada di Johor Bahru.
Dengan pertimbangan matang bahwa saya merasa "bisa" memegang dua kiddos, satu tas tenteng dan satu backpack, Rene mengijinkan kami bertiga tetap berangkat. Saya tidak jadi ijin dari kantor dan Rene yang ambil rapport.
Kamis sore kiddos diantarkan ke kantor saya oleh Rene. Kemudian saya dan kiddos pergi ke bandara, menembus kemacetan ibu kota. Saya nyupir, kiddos#1 tidur, sedangkan kiddos#2 terus complaint dan bertanya "Kok Airport jauh banget?!" Iya sih sore itu memang macet banget, Sunter ke Bandara harus kami tempuh dalam 2 jam!
Kamis sore kiddos diantarkan ke kantor saya oleh Rene. Kemudian saya dan kiddos pergi ke bandara, menembus kemacetan ibu kota. Saya nyupir, kiddos#1 tidur, sedangkan kiddos#2 terus complaint dan bertanya "Kok Airport jauh banget?!" Iya sih sore itu memang macet banget, Sunter ke Bandara harus kami tempuh dalam 2 jam!